Think Differently, Act Differently.
- How to get a job in the parking lot?
Waktu lebaran yang lalu, seorang tetangga datang ke rumah ayah saya. Dia mengajak anaknya yang lulus (hampir 2 tahun lalu) dari jurusan Teknik Elektro di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia (Top 5). Intinya beliau minta tolong untuk mencarikan pekerjaan buat anaknya, sebut saja namanya si Adi. Melihat ijazahnya, saya cukup terkejut bahwa Adi belum juga mendapatkan pekerjaan.
Lalu saya tanya,”Apa yang sudah Adi lakukan untuk mencari pekerjaan?”
Dia menjawab bahwa dia sudah mencari lowongan di koran dan Internet dan mengirimkan CV-nya hampir setiap minggu. Sayangnya sampai sekarang belum juga mendapatkan pekerjaan. Beberapa kali mendapatkan panggilan wawancara tahap pertama, tanpa ada kelanjutan.
Saat saya kembali ke Singapura, saya masih teringat hal ini. Ada berapa “Adi” yang ada di Indonesia?. Tragisnya, hal ini terjadi pada saat banyak sekali perusahaan yang memerlukan “Adi”. Nah, di mana “miss-match” yang terjadi?
Mari kita coba menganalisa masalah ini dari sisi perusahaan. Know your audience! Put yourself in their shoes! Banyak perusahaan bisnisnya sedang berkembang pesat. Tetapi kompetisi juga terjadi dengan sangat sengit. Contoh nyata terjadi di dunia telekomunikasi di mana para operator perang harga semurah-murahnya. Kemudian di pasar handphone, di mana merek-merek besar ditantang oleh merek-merek Cina dan merek-merek lokal (yang sebenarnya dibuat di Cina jugaJ). Hal yang sama terjadi di dunia otomotif, semen dan lain-lain. Intinya adalah kompetisi sangat-sangat keras. Pada saat kompetisi berjalan dengan kerasnya, perusahaan juga harus melakukan hal yang berbeda dengan kompetitornya. Kalau kita melakukan hal yang sama, tentunya mudah bagi kompetitor untuk meniru ataupun mengalahkan kita.
Karena perusahaan harus melakukan hal-hal yang berbeda (bahasa kerennya ”innovative”, maka perusahaan juga memerlukan karyawan-karyawan yang ”innovative”). Innovative itu berarti menciptakan sesuatu yang baru, berpikir secara berbeda dengan yang lain.
Kalau Thomas Alva Edison berfikir dengan cara yang sama dengan orang lain, mungkin dia tidak akan pernah menemukan bola lampu. Kalau Alexander Graham Bell berfikir dengan cara yang sama dengan orang lain, mungkin dia tidak akan pernah menemukan telepon. Kalau Johannes Gutenberg berfikir dengan cara yang sama dengan orang lain, mungkin dia tidak akan pernah menemukan mesin printing. Bisakah anda bayangkan hidup kita tanpa bola lampu, tanpa telepon dan tanpa printing machine?
Mereka ini mampu mencapai hasil yang berbeda, karena mereka berfikir dengan cara yang berbeda dan melakukan hal yang berbeda.
Think differently, act differently! That’s the key.
It is so stupid to expect that you will get different (better) result by doing exactly the same thing
Nah, problemnya otak kita ini sudah terbiasa berpikir dengan cara yang sama terus setiap hari.
Sebagai contoh, saya pernah melakukan ratusan training session di belasan negara, dari Munich, Helsinki, Sydney, Beijing sampai Garut, bahkan Jambu Luwuk (I bet you don’t know where it is). Biasanya saya memberikan selembar kertas putih A4 kepada para peserta. Kemudian saya suruh mereka membuat pesawat terbang (paper airplane in english, atau “montor muluk” dalam bahasa Jawa).
Dari sekian banyak peserta, ternyata 95% peserta membuat pesawat dengan design yang sama persis. (Saya yakin anda tahu bentuk pesawat itu seperti apa).
By the way, design ini adalah design yang sama persis kita bikin waktu klas 1 SD (bayangkan berapa puluh tahun yang lalu). What does it mean? Selama sekian puluh tahun, otak kita bekerja dengan cara yang sama persis. Nggak pernah mencoba melakukan ide-ide baru yang berbeda. Lha, kalau otak model begini mau dikasih pekerjaan di perusahaan, bagaimana perusahaan bisa melakukan hal-hal yang innovative? Mudah banget strategy atau product development perusahaan itu ditiru kompetitornya.
Berfikirlah berbeda, bertindaklah berbeda. Think differently, act differently.
Saya sampai membeli buku "365 Paper Airplanes" untuk anak-anak saya. (Bisa dibeli di www.amazon.com). Buku ini mengajarkan 365 cara untuk membuat pesawat terbang dari kertas. Saya bersama anak-anak saya mencoba membuat pesawat terbang dari kertas dengan cara-cara yang baru. Sekedar agar otak mereka terus-menerus mencari cara yang baru untuk membuat pesawat terbang, menyelesaikan masalah atau berkreatitas. That’s innovation!
Jadi ternyata ada lebih dari 365 cara untuk bikin pesawat terbang? Dan sebelumnya kita hanya mengenal satu? Salah seorang paman istri saya lulus S-3 teknologi penerbangan dari Jerman. I wonder how many paper airplane he can make?
Anyway, belajarlah untuk melakukan hal-hal yang berbeda.
1) Berbeda dibandingkan dengan orang lain (be different, separate yourself from the crowd)
2) Berbeda dibandingkan masa lalu (Different than the past, continuous improvement!)
Nah, mari kita kembali ke “Adi” yang belum juga mendapatkan pekerjaan, setelah lulus hampir 2 tahun lalu dari Jurusan Teknik Elektro sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia. Bukan perguruan tinggi sembarangan di Indonesia. Top 5 lah. Gotcha! Now you know which one I am talking about :-)
Waktu saya tanya bagaimana cara dia mencari kerja, jawabannya adalah dengan mencari lowongan di koran dan Internet. Plea…sseeee ! Ada berapa ratus ribu (atau berapa juta) orang yang sedang mencari kerja? Dan berapa orang yang menggunakan koran dan Internet untuk mencari kerja. Again, Adi is doing the exact same things as his (millions of) competitors. How does he expect to get a better result?
So, what can he do differently? I don’t know. It is up to him.
Tetapi saya bisa share pengalaman pribadi saya mencari pekerjaan di lapangan parkir.
Apa yang melintas di benak anda pada saat saya bilang bahwa saya mencari pekerjaan di lapangan parkir? Tertawa, tersenyum …. Pasti Pambudi sedang bercanda. Teruskan membaca ….
Pada bulan September 1993 saya pulang ke Jakarta setelah menyelesaikan kuliah saya di Perancis (ijasah saya di bidang Computer Sciences). Saya mencari kerja…. Susahnya minta ampun ….Ada beberapa lowongan di koran, tapi saya yakin pasti ada ribuan yang melamar untuk satu posisi, dan sebagian besar CV akan dibuang ke tempat sampah J Internet waktu itu belum ada J Sebagian besar mendapatkan pekerjaan karena koneksi, networking, kenalan atau apapun istilahnya. Basically it means you get the job because of someone that you know.
The problem was I did not know anybody. Everybody that I knew live in France. I did not know anybody in Jakarta. Ok lah, saya mengenal kakak saya yang psikiater, kakak ipar saya guru tari dan tiga keponakan saya yg usianya 2-7 tahun. I don’t think they can help me find a job :-)
Nah, waktu itu benar benar saat yang tepat untuk Think Differently, Act Differently,.
Saya berfikir, what are my competitive advantage? What separate me from the crowd.
Sederhana saja, ada 2.
1) Berlatang belakang IT (ijasahnya kan computer science)
2) Lancar berbicara Perancis
Di mana kira-kira saya bisa menjual competitive advantage tersebut? Ke perusahaan Perancis kan?
Karena kalau saya sekedar melamar di any company (Amerika, Inggris atau perusahaan lokal), competitive advantage yang kedua akan luntur. Again, understand your strengths. What would separate you from the crowd? Banyak pencari kerja sekarang yang bahkan tidak tahu strengthnya sendiri. Please!
If you don’t know how to appreciate yourself, I can guaranty that others will not appreciate you!
Okay, jadi saya harus mencari pekerjaan di perusahaan Perancis. (Bahasa kerennya , inilah “niche market” saya, kalau ingin tahu lebih banyak tentang niche market click di sini http://en.wikipedia.org/wiki/Niche_market. Saya harus membuat beberapa CV.(yang tentunya saya customize sesuai dengan culture perusahaan-perusahaan Perancis, dan tentunya juga ditulis dalam bahasa Perancis). Nah, sekarang di mana saya harus “menjual” atau “mengedarkan” CV saya tersebut? Apalagi kalau mereka tidak memasang lowongan. Apakah saya harus datangi satu-persatu perusahaan itu? Saya pasti diusir oleh receptionistnya. Apakah saya harus ke Kedutaan Perancis untuk minta daftar perusahaan Perancis di Jakarta? Bisa juga, tapi mungkin repot kali ya. Saya mencoba berpikir berbeda dan kemudian mendatangi Sekolah International Perancis (di Cipete, Jakarta). Yang sekolah di situ mestinya anak-anak Perancis, dan biasanya bapak-bapaknya adalah manager-manager di perusahaan Perancis. Dengan bertebal muka (yang sudah kenal saya, akan tahu, bahwa muka saya memang literally tebal), saya berdiri di lapangan parkir sekolah tersebut pada saat ibu-ibu Perancis mau menjemput anak-anak mereka seusai jam sekolah. Saya sampaikan CV dengan bilang,”Madam, saya ini lulusan Perancis. Tolong sampaikan CV saya ke suami anda. Kalau dia nggak suka tolong buang ke tempat sampah. Kalau dia tertarik, please call me”. Saya menyebarkan 20 amplop (isinya 1 halaman surat lamaran dan 1 halaman CV saya). Ongkos fotocopy-na pun murah sekali. Saya yakin, seyakin-yakinnya, bahwa pasti ada beberapa amplop yang ketinggalan di mobil (dan dibuang sopirnya), beberapa amplop yang lupa diserahkan ke suaminya dan beberapa amplop yang literally dibuang ke tempat sampah. But, in the next 2 weeks, I received calls to attend 8 interviews. Dan pada minggu ketiga saya menerima 4 job offers. Sementara ada teman saya dengan background hampir sama masih belum mendapatkan pekerjaan (2 tahun kemudian), saya mendapatkan 4 job offers dalam 3 minggu. This is what happen when you think differently and you act differently? Got it?
Sebenarnya “Think Differntly and Act Differently” bukan hanya diperlukan pada saat mencari pekerjaan, tetapi juga pada saat kita merancang dan menerapkan startegi perusahaan. Contoh: pada saat perusahaan sirkus lain berlomba-lomba mencari binatang-binatang yang besar, Cirque du Soleil malah menghapuskan binatang dari atraksi mereka, dan berhasil. Pada saat perusahaan mebel lain berlomba-lomba memperbaiki pelayanan di toko dengan menambah jumlah pelayan, Ikea malah menerapka self-service di toko-toko mereka, dan berhasil. Dan banyak contoh lain … Again, Think Differently, Act differently.
So, what should we do to help Adi find his job? Well he has to help himself by:
- Find his own strength
- Find his “niche market” based on his strength
- Use his strength as his competitive advantage to attack his niche market
- Last, find his “parking lot” to find his job
Mungkin bagi Adi, nanti dia tidak akan ke lapangan parkir. That’s ok. Parking Lot hanya melambangkan tempat di mana dia mencari kerja, setelah Think Differently. Saya kenal teman saya yang dapet kerja di restauran, di lapangan golf, di stasiun kereta, di airport ….. dan ternyata sedikit sekali teman saya yang mendapatkan kerja …. melalui koran. See, how niche market is much more effective!
Sudah siapkah anda untuk Think Differently and Act Differently? Eeiits, tunggu dulu. Karena ternyata susah juga dan anda harus siap ditertawakan orang lain.
Makanya harus bermuka tebal kan? Di workshop saya waktu ada yang membuat pesawat dari kertas dengan cara berbeda dari yang lain, biasanya temen-temennya akan mentertawakan, sambil mencela,"Bisa bikin pesawat gak sih lu?"
Be ready! Seorang innovator itu dicela dan ditertawakan pada awalnya. Harus tahan mental!
Kedua, setelah pesawat yang "berbeda" jadi, maka diterbangkan, biasanya gagal dulu. Temen-temennya akan langsung bilang dan mencela lagi,"Tuh kan? Gua kata juga apa, bikin pesawat itu kayak begini!" What does it mean? Innovator itu nggak ada yang suksed dari langkah pertama. Bahkan Thomas Alva Edison pun gagal berpuluh-puluh kali sebelum menciptakan bola lampu. Anda harus punya kegigihan, tahan banting, persistence dan perserverance, kalau ingin berhasil. OK?
Good Luck Adi, … dan “Adi-Adi” yang lain yang ada di Indonesia, yang sedang berusaha untuk “Think Differently and Act Differently.”
0 comments:
Post a Comment